Kamis, 28 Mei 2015

Tak Ada Kata Terlambat Bagi Seorang Amatir




      Sejak kecil saya dilahirkan dengan postur yang tidak terlalu tinggi namun memiliki struktur kaki dan tubuh yang kuat. Betis saya besar untuk ukuran tinggi tubuh saya. Maka dari itu Ayah saya melarang saya untuk bermain sepak bola. Dengan alasan, nanti jika bermain bola betis saya akan semakin besar. Namun bagi saya, untuk bermain bola tak harus di lapangan bola. Di sekolah ketika SD, saya bermain bola plastik dengan kawan-kawan. 
      Ayah saya bukannya tidak tahu tentang ketertarikan saya terhadap dunia olahraga khususnya sepak bola. Alih-alih memasukkan saya ke sekolah sepakbola, ayah saya justru memasukkan saya ke sekolah bulu tangkis saat kelas 3 SD. Pada awalnya saya memang tidak begitu suka terhadap olahraga ini, karena memang kurang menarik bagi saya. Namun saya tetap beratih bulu tangkis dengan semangat. Dan hasilnya saya berhasil memenangi beberapa kejuaraan saat di SD,SMP,SMA dan kuliah.
       Namun, ketika di SMA saya mulai bermain futsal hingga kuliah. Bermain dengan teman-teman dan kadang mengikuti turnamen saat di kuliah. Walaupun tidak pernah menang satu kejuaraan pun. Namun ketertarikan saya terhadap sepakbola tidak luntur. Berawal dari ajakan teman bermain sepakbola, saya kembali menemukan keasyikan bermain olahraga ini. Akhirnya saya membeli sepatu sepakbola, yang memang saya impikan sejak saya SD dulu.
Dan impian itu terwujud. Saya bermain sepakbola di kampung. Saya bermain dengan para “amatir” lainnya.  Ada bapak-bapak yang perutnya sudah menggelembung, ada anak SMA yang ikut SBB, semua bercampur menjadi satu untuk mengolah si kulit bundar. Kejadian paling terkenang adalah, ketika mencetak gol pertama. Sungguh perasaan yang luar biasa. Mengiring bola dengan lari yang cepat, dan menyelesaikan peluang dengan satu tendangan. Oh,,,, beautifull. Rasa nya tak terbeli oleh uang berapapun.
Bagaikan “Cinta Pertama”, sepakbola memiliki kenangannya sendiri. Walaupun kenangan itu tertutup oleh yang lainnya namun tak mungkin akan dilupakan. Sehingga menarik saya untuk membeli sepatu bola dan bermain dengan amatir lainnya. Saya merayakan keamatiran saya. Tidak ada kata terlambat, bahkan untuk amatir sekalipun.

Selasa, 12 Mei 2015

Tersesat





Saat ini adalah zaman dimana banyak kelimpahan yang kita dapat. Kita bisa memilih makanan apapun yang akan kita makan. Memilih pakaian apapun yang akan kita kenakan dari harga yang murah sampai yang mahal. Kendaraan kita bisa memakai sepeda untuk pergi ke kampus atau motor bahkan mobil.
Zaman ini juga terdapat kelimpahan ideology. Pemikiran-pemikiran tokoh ekonomi dan politik dari yang sosialis hingga demokratis, dan dalam ekonomi dikenal yang namanya hedonism dimana setiap orang berlomba untuk menikmati segala kekayaan yang dimiliki. Ada juga pemikiran-pemikiran  Islam. Dari yang benar bersumber pada Al-Quran dan Hadist serta para Ulama. Ada juga pemikiran-pemikiran tokoh yang sesat dan tidak patut kita contoh. Dimana ajaran ini seperti Islam namun memiliki tujuan yang lainnya.
Dua hal yang perlu kita perhatikan yaitu kelimpahan materi dan ideology. Terkadang keduanya membawa kita sedikit demi sedikit menjauh dari tujuan kita hidup sebenarnya dan membuat kita TERSESAT.
Materi adalah segala hal yang kita mililki. Semua aset bergerak maupun tidak. Pada era ini kita membeli sesuatu bukan karena azas manfaat, tetapi karena tuntutan mode, tuntutan gengsi dan pergaulan. Kita terkadang membeli barang yang tidak benar-benar kita butuhkan. Dalam hal ideology, awas kita dapat tersesat. Kita boleh saja mepelajari apa itu sosialis, marxis, liberalism, dan realis. Namun perhatikan diri kita. Apakah hal ini cocok untuk kita. Tidak semua yang ada harus kita gunakan. Kita gunakan yang cocok dan perlu kita pakai.
Seperti membeli sebuah sepatu, kita harus tau model dan ukuran sepatu yang kita inginkan. Namun kita juga harus mengukur berapa uang kita. Apakah cocok dengan isi dompet kita??? Jangan tersesat kawanku. Fokus itu perlu. Fokus membuat kita mengerjakan apa yang perlu kita kerjakan. Dengan fokus kita akan lebih cepat sampai tujuan.
Terkadang saya melihat teman yang ke kampus naik mobil, ingin rasanya melakukan hal yang sama. Namun mengukur diri ini, rasanya tidak mungkin. Dan yang kedua, apabila bisa melakukan hal yang sama pun mungkin akan muncul persasaan sombong dalam diri ini. Ingin dipuji, dan ingin diperhatikan.
Cukuplah diri ini begini saja, namun tetap mengusahakan yang terbaik. Kita pandang orang lain yang di atas penuh harap, sehingga kita dapat berharap melakukan yang terbaik untuk dapat seperti dia. Kita jadikan itu sebagai motivasi, dan bukan perasaan iri yang kita munculkan. memandang ke bawah dengan penuh rasa syukur bahwa kita ternyata  masih lebih beruntung. Dan jadikan sebagai pemacu untuk berbagi.
Sekali lagi fokuslah dalam dirimu sendiri. Lakukan terbaik yang ada dalam dirimu. Sesekali perhatikan orang lain boleh, namun harus ada pelajaran yang diambil. Fokus adalah kunci cepat sampai tujuan !!!